Tak terbayang jika Gunung Kidul memiliki pantai yang cantik nan eksotis, Pantai Sundak namanya. Pantai ini terkenal dengan keindahan pasir putih yang membentang, air laut yang bersih bening dan menyegarkan mata para hafiz Quran bila memandangnya.
Pantai karunia Allah ini sangat menakjubkan, itulah mengapa asatidz mengajak santri Pondok Pesantren Salman Al-Farisi rihlah ke laut (Selasa, 23/4/2019). Dari ketinggian kaki gunung Lawu yang dingin berkabut ke pantai selatan yang lapang. Dari ombak perbukitan cemara menuju pemandangan perbukitan karst dan bebatuan karang kokoh. Sungguh rihlah alam yang menawan.
Airnya yang sangat jernih membuat siapa saja akan segera menceburkan diri ke air. Benar saja, tak menunggu lama setelah rombongan santri sampai ke pantai, terlihat santri-santri bebas berlarian dari bibir pantai menuju ke tengah yang relatif dangkal hingga sejauh 40 meter. Bahkan diantara mereka benar-benar menceburkan diri berenang bersama ikan sedang yang lainnya sekedar menikmati hangatnya berendam.
Thalhah misalnya, santri dari Solo tahun ke dua yang telah hafal 13 juz ini berbaring di atas batu-batu karang kecil berjajar, tempat rumah biota-biota laut yang mungil. Sekali-kali ombak menerpa dan menggoyang tubuh kurusnya. Beberapa ikan berwarna lazuardi mencoba memberanikan diri mendekatinya. Thalhah tertawa bahagia, bola matanya yang coklat lama menatap langit. Mungkin ia melihat senyum ayahnya yang dua tahun lalu wafat.
Selain bermain-main didalam air, santri diajak oleh para asatid lomba balap karung. Berkejaran mereka menyapu pantai lalu berjatuhan berguling diatas pasir yang sangat putih. Saat wajah dan tubuh mereka penuh dengan pasir, justru tawa mereka lepas bersama riuh angin selatan.
Setelah puas bermandikan kehangatan pantai Sundak, tibalah masa menuliskan prasasti kenangan untuk sekedar berpamitan. Di atas pasir putih Sundak terukir sebuah nama yang tak akan mereka lupakan sepanjang hidup mereka “MAFASA”, akronim dari Mahad Salman Al-Farisi.