Suatu ketika, seseorang datang pada Yunus bin Ubaid mengadukan keterpurukan ekonominya. Ia sangat berduka dan mentalnya jatuh. Maka Yunus berkata:
“Maukah kamu bila matamu dibeli seratus ribu?”
Ia menjawab, “Tidak.”
“Telingamu?” “Tidak.” “Lidahmu?” “Tidak.” “Akalmu?” “Tidak,” tanya Yunus lagi. Ia menjawab, “Tidak.”
Yunus mengingatkannya akan nikmat-nikmat Allah pada dirinya kemudian ia berkata padanya, “Aku lihat kamu memiliki ratusan ribu dan engkau masih mengeluhkan kebutuhanmu?!”
Betapa banyak Allah telah melimpahkan berbagai nikmat pada hamba, namun manusia buta akan pemberian tersebut. Kebanyakan manusia selalunya ingin diberi lebih tapi bila Allah mengambil sedikitnya merasa telah kehilangan segalanya. Bahkan serasa kehilangan Allah.
Tetapi orang berakal mengerti, jika Allah mengambil sebuah nikmat darinya, sebenarnya itu hanya satu tetes dari lautan nikmat yang Allah telah berikan. Bahkan nikmat pada dirinya, hanyalah sepersekian nano dari nikmat-nikmat Allah yang tak ada batasnya.
Orang yang mengeluh karena kehilangan satu nikmat, seperti seseorang yang diberi harta melimpah oleh raja. Kemudian, sang raja mengambil kembali selembar uang untuk mengujinya. Ternyata dia mengeluh, meratap dan meronta seperti anak kecil apabila mainannya direbut. Tak henti menangis sampai dikembalikan barangnya.
Imam Syafi’i, tatkala putranya wafat ia berkata, “Ya Allah, jika engkau menimpakan bala kepadaku, sesungguhnya Engakau telah menyehatkanku. Jika Engkau mengambil nikmat, sesungguhnya Engkau telah menyisakannya. Engkau mengambil satu anggota dan menyisakan beberapa anggota, Engkau mengambil seorang putra dan menyisakan banyak putra.”