وَلَلْآَخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الْأُولَى
“Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan).” (Ad-Dhuha: 4)
(Dan sesungguhnya akhir itu lebih baik bagimu) maksudnya kehidupan di akhirat itu lebih baik bagimu, karena di dalamnya terdapat kemuliaan-kemuliaan bagimu (dari permulaan) dari kehidupan duniawi.
Kehidupan dunia ini hanya bagai mata’ul ghurur sebagaimana disebutkan dalam ayat lainnya,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (Al-Hadid: 20).
Dalam Tafsir Al-Jalalain disebutkan bahwa manusia terlalu sibuk dengan dunianya. Padahal hal-hal tadi (anak dan harta) bisa mendukung pada akhirat. Dunia itu membuat kita kagum layaknya petani yang kagum pada tanaman. Padahal tanaman itu nantinya kering dan menguning, lalu hancur menjadi keropos dan tertiup angin. Yang mementingkan dunia dari akhirat, baginya siksa yang keras. Padahal dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata bahwa Allah ta’ala menjadikan permisalan kehidupan dunia dengan perhiasan yang akan fana (sirna) dan kenikmatan yang akan hilang. Dunia itu diibaratkan dengan ghaits yaitu hujan yang datang setelah sekian lama tak kunjung turun. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ ۚ وَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيدُ
“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” ( Asy-Syura: 28)
Ibnu Katsir rahimahullah juga menyatakan para petani itu begitu takjub pada tanaman yang tumbuh karena hujan tadi. Sama halnya dengan orang kafir ketika memandang dunia. Orang kafir itu begitu semangat pada dunia, hati pun condongnya pada dunia. Padahal tanaman tadi itu bisa menguning, setelah sebelumnya begitu hijau dan enak dipandang mata. Kemudian akhirnya tanaman itu hancur dan kering.