Tidak seperti para sahabat, kita bila ingin menceburkan diri memahami makna-makna Al-Quran harus melalui perantara. Alternatif lainnya kita hidup dalam suasana keilmuan yang sangat luas serta ideal dengan seluruh perangkat-perangkatnya dan ini sulit ditemukan hari ini. Sedangkan para sahabat, mereka menimba Al-Quran secara langsung tanpa perantara.
*Sahabat langsung meminum air dari sumber mata air yang paling jernih. Wahyu turun pada mereka, sehingga mereka langsung memahaminya.
Hendaknya kita hidup dengan Al-Quran untuk menyelami mutiara aqidah di dalam samudera maknanya yang sangat luas. Kita tidak hanya membutuhkan Al-Quran sebagai wujud peribadatan seperti tilawah. Kita membutuhkan Al-Quran untuk mentadaburinya di atas makna peribadatan. Bukan hanya tadabur untuk menggali persoalan ilmiah saja tetapi juga untuk beribadah kepada Allah. Sehingga kita bisa mengenali pada diri Rabb makna-makna yang banyak.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dadanya bergemuruh menahan isak tangis. Beliau membaca sebuah ayat dalam shalat malam yang terus beliau ulang sampai subuh, yaitu:
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ “Jika Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu. Tetapi jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Al-Aziz Al-Hakim.”
Inilah tadabur di atas makna peribadatan untuk mengurai makna-makna Al-Quran dan menyelaminya sedalam-dalamnya. Tadabur dengan memanjatkan doa kepada Allah sebagai inti ibadah, karena doa merupakan inti ibadah. Tadabur mengenali dzat Allah bahwa dia mengazab, memberi ampunan dan penetapan Al-Aziz lagi Al-Hakim, asmaul husna yang memiliki makna yang sangat agung dan luas.
Inilah para sahabat yang mengambil Al-Quran langsung dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, mereka tundukkan dada mereka untuk menerima Al-Quran. Mentadaburinya bukan hanya untuk mengambil kajian-kajian keilmiahan tapi lebih dari itu untuk menyelami makna-makna peribadatan.
Mengapa sahabat bisa menangis ketika membaca Al-Quran? Karena mereka tidak menjadikan Al-Quran hanya untuk qiraat, hafalan, mencari sanad dan bukan hanya untuk tadabur ilmiah tetapi lebih dari itu menggalinya di atas makna peribadatan pada Allah dan itu letaknya dalam hati.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا “Maka apakah mereka tidak mentadaburi Al-Quran ataukah hati mereka tersegel?” (Muhammad: 24)
Saat hati terkunci kita tidak akan mungkin dapat mentadaburi Al-Quran, meskipun hafal Al-Quran,a dalam makna tadabur untuk menyelami indahnya makna-makna peribadatan dan mengenal dzat Allah subhanahu wa ta’ala.