Pertanyaan penting hari ini; “Mengapa Al-Quran mampu merubah sahabat?” Al-Quran yang dibaca sahabat persis yang dibaca manusia hari ini, tetapi mengapa manusia sekarang tidak bisa berubah seperti mereka?
Sesuatu yang hilang pada diri manusia hari ini yaitu:
كَانَ خُلُقُهُ القُرآنُ ”Akhlaknya adalah Al-Quran.”
Manusia telah kehilangan berakhlak Al-Quran. Maksud akhlak disini bukan definisi ishtilahi berupa kejujuran, amanat, sopan santun atau keshalihan. Tapi definisi akhlak yang dimaksudkan oleh Al-Quran itu sendiri yaitu Akhlak Al-Quran.
Bila kita mau menggali definisi akhlak Al-Quran, lihat akhlak Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dalam surat At-Tahrim. Di dalamnya menyebut beberapa akhlak Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam kepada istri-istri dan anak-anaknya. Akhlak Nabi dalam mendidik keluarga.
وَإِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلَىٰ بَعْضِ أَزْوَاجِهِ حَدِيثًا ”Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang isterinya suatu peristiwa.” (At-Tahrim: 1)
Nabi shalallahu alaihi wassalam mengharamkan Mariyah radhiyallahu anha bagi dirinya sendiri dan itu disampaikan hanya kepada Hafshah radhiyallahu anha agar Mariyah tidak tersinggung.
Lalu ketika Hafshah radhiyallahu anha membocorkan rahasia ini kepada Aisyah radhiyallahu anha, dan Nabi shalallahu alaihi wassalam mengetahuinya beliau menegur Hafshah dengan halus sambil mengajarkan nama dan sifat Allah bahwa Dia ta’ala Maha Mengetahui dan Maha Mengabarkan:
فَلَمَّا نَبَّأَهَا بِهِ قَالَتْ مَنْ أَنْبَأَكَ هَٰذَا ۖ قَالَ نَبَّأَنِيَ الْعَلِيمُ الْخَبِيرُ ”Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu (Hafsah) bertanya: “Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?” Nabi menjawab: “Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.” (At-Tahrim: 1)
Al-Quran kita adalah Al-Quran mereka. Tetapi Al-Quran turun pada sahabat yang membuat setiap tarikan nafas dan gejolak darah mereka sangat memahami makna agung Al-Quran. Satu makna dalam Al-Quran sangat mudah dipahami sahabat menjadi sesuatu yang sangat sulit dipahami generasi setelahnya.
Misalnya tentang firman Allah:
ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ ”Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Tuhanmu.” (Az-Zumar: 31)
Perbedaan antara kita dan sahabat; kita harus mujahadah (bersungguh-sungguh) mencari ilmu untuk memahami suatu ayat. Sedangkan sahabat terkuras energinya hidup bersama Al-Quran sapanjang hayat, sebab itu akhlak Al-Quran melekat erat dalam jiwa raga.
Kita, bila ingin membangun generasi Qurani wajib meniru sahabat dengan membayar mahal mempertaruhkan segala sesuatu meraih Al-Quran Karena sumber ilmu adalah Al-Quran. Ilmu yang paling agung adalah yang kita raih dengan segala pengorbanan dan kesungguhan.
Seseorang yang ingin meraih akhlak Al-Quran dia rela meninggalkan kampung halaman, merambah hutan, mendaki pegunungan dan menyeberang lautan. Sampaipun dia harus terpotong kakinya dia kan tetap terus melangkah mencari ilmu.
Siapapun yang menempuh ilmu dengan pengorbanan, memiliki bekas kuat yang tidak mungkin luntur oleh zaman. Ilmu yang akan terus terpatri dalam hatinya. Beda dengan orang-orang yang belajar ilmu dengan cara duduk manis dan dilayani dengan segala fasilitas instan.