Allah ta’ala berfirman:
أَتَىٰ أَمْرُ اللَّهِ فَلَا تَسْتَعْجِلُوهُ
“Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya.” (An-Nahl: 1)
Imam As-Sady menafsirkan ketetapan Allah dengan masa depan atau waktu yang akan datang.
Dalam surat pertama surat An-Nahl ini, Allah ta’ala memerintahkan kita untuk tidak mendahului sesuatu yang belum terjadi. Seperti kita memetik buah yang belum masak.
Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata, belum berwujud. Belum bisa diraba, dirasa dan diwarna. Karena itu janganlah menyibukkan diri dengan hari esok, mencemaskan kesialan-kesialan yang akan terjadi, memikirkan kejadian-kejadian yang mungkin.
Sebab, hari esok masih ada dalam alam ghaib dan belum turun ke bumi. Tidak ada siapapun yang mengetahui apa yang terjadi. Membiarkan pikiran untuk memikirkan masa depan yang ghaib lalu terhanyut kedalam kecemasan adalah tidak dibenarkan dalam syariat. Inilah yang disebut thulul amal (panjang angan-angan).
Thulul amal adalah memikirkan masa depan dunia dan melupakan akhirat. Sibuk dengan perkara-perkara dunawi lalu lupa mati, seperti firman Allah ta’ala:
وَلَتَجِدَنَّهُمْ أَحْرَصَ النَّاسِ عَلَىٰ حَيَاةٍ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا ۚ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَنْ يُعَمَّرَ ۗ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 96)
Sebab itu dalam syariat diperintahkan untuk bersegera beramal dan berlomba-lomba dalam kebaikan.