Mengenal Metode Mulazamah.
Mulazamah diambil dari kata berbahasa Arab, لازم – يلازم yang secara terminologi ilmu bahasa arab berarti ‘menemani’ atau ‘tinggal bersama’. Kata ini biasa digunakan oleh para ulama untuk menggambarkan seorang murid yang belajar dan tinggal bersama gurunya dalam proses menimba ilmu.
Mulazamah merupakan sistem pembelajaran yang alami dan telah digunakan oleh para ulama dari generasi ke generasi. Mulazamah terbukti menjadi metode yang paling efektif dalam pembelajaran ilmu agama Islam, hingga menghasilkan para ulama yang sangat berkompeten. Di Indonsia kita mengenal banyak Ulama yang menjadi panutan adalah mereka yang menjalani proses pendidikan dengan menggunakan metode Mulazamah ini diantaranya adalah Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani yang dikenal sebagai Ulama besar di Indonesia juga menjalani proses pembelajaran dengan metode Mulazamah selama masa penuntutan ilmu beliau. begitu juga para Ulama besar lainnya seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan dan masih banyak Ulama-Ulama besar lainnya yang mencapai keberhasilan mereka dalam ilmu melalui proses pembelajaran dengan metode Mulazamah dari para guru mereka di Nusantara maupun di timur tengah. Begitu juga beberapa ulama kontemporer dunia yang pernah menjalani metode mulazamah, antara lain, Syaikh Muhammad Nashiruddin Albani, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin, dan beberapa ulama lain yang dikenal sangat menguasai bidang ilmu syar’i sehingga menjadi rujukan kaum muslimin.
Dalam menjalankan proses pendidikan, Pondok Pesantren Islam Salman Al-Farisi (PPISF) menerapkan sistem pendidikan Mulazamah; setiap santri ditata untuk langsung menerima ilmu dari guru secara privat dengan membersamainya dalam kesehariannya. Guru akan menyesuiakan materi sesuai dengan kemampuan masing-masing santri. Dengan sistem seperti ini, santri tidak terbebani dengan banyak pelajaran namun bisa menguasai materi yang sedang didalaminya secara fokus dan terarah.
Sistem Mulazamah tidak menggunakan pembatasan kelas. Santri belajar dengan menghadap langsung kepada gurunya di tempat manapun yang dianggap paling nyaman seperti di taman, di masjid atau di tempat-tempat yang bebas tergantung kebijakan pengajarnya masing-masing. santri merasa bebas dan tidak terpaku dengan kelas dan bisa merasakan bahwa kapanpun dan dimanapun keberadaannya adalah menjadi wahana ilmu baginya dan siap menerima pelajaran baru. jenjang pendidikan santri mereferensi pada kitab yang telah ditentukan oleh pihak pesantren sesuai tahapan dan tingkatan kemampuan keilmuan santri, hal ini disebut “Marhalah”.
jika Pada sistem pembelajaran akademik kontemporer, biasanya siswa dikelompokkan menjadi jenjang kelas 1, 2, 3 dan seterusnya hingga lulus. Bagi siswa yang tidak naik kelas akan tinggal kelas dan duduk bersama adik kelasnya selama setahun, hingga dapat berakibat pada beban mental bagi siswa yang merasa dirinya lemah atau bodoh. begitu juga sebaliknya, bagi siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan, sistem akademik kontemporer mengharusnya siswa tersebut menunggu teman-teman sekelasnya yang lain untuk mencapai batas pemahaman yang sama, hal ini dapat merugikan siswa tersebut karena harus menjalani waktu yang tidak bisa dia gunakan untuk percepatan proses kemajuan belajarnya, karena harus menunggu teman-temannya dalam kelas. Berbeda dengan sistem mulazamah, setiap Santri bisa langsung maju tanpa harus menunggu teman-teman seangkatannya yang mungkin tidak secepat dirinya, hingga dapat menjadikan waktu yang dimiliki santri cerdas tersebut akan lebih efisien dan efektif dalam menjalani proses belajarnya.
Di Pondok Pesantren Salman Alfarisi, Ilmu yang diajarkan telah ditentukan dengan ketentuan kurikulum berjenjang atau disebut dengan istilah “marhalah”. Bagaikan tangga menuju tingkatan ilmu yang terus lebih tinggi dan semakin kompleks, setiap santri yang naik ke jenjang lebih tinggi, dipastikan telah memiliki bekal yang cukup untuk mendasari ilmu yang akan dia pelajari di jenjang/marhalah berikutnya.
Ada tiga Marhalah yang harus dilewati setiap santri disini, yaitu Marhalan satu, marhalah dua dan marhalah tiga. Setiap marhalah memiliki karakter materi yang disesuaikan bagi menunjang kemampuan santri untuk menghadapi marhalah berikutnya.
Karakter marhalah satu adalah membangun Adab, Akhlak serta kemampuan membaca Alqur’an dengan baik dan juga pembangunan kemampuan bahasa arab sebagai kunci bagi santri untuk menghadapi marhalah berikutnya. Maka fokus pembelajaran materi marhalah satu adalah pada kitab-kitab yang berorientasi pada bidang akhlak, ilmu Tajwid, Ilmu Tahsin dan Ilmu bahasa Arab.
Marhalah Dua adalah Marhalah pembangunan ilmu dasar yang akan menjadi bekal hidup santri itu sendiri. Oleh karena itu pada marhalah ini, santri diisi dengan ilmu Aqidah (Ilmu Iman) dan ilmu Fikih dasar, mengingat kedua hal ini adalah merupakan ilmu bekal dasar bagi seorang muslim dalam menjalani hidupnya.
Pada Marhalah tiga, Santri Mulai menjalani proses pendalaman Ilmu. Maka pada marhalah ini santri diberikan pelajaran pelajaran yang menjadi bekal bagi dirinya untuk mulai memahami konsep ijtihad dalam bidang fikih dan ilmu pengetahuan seputar periwayatan Hadist agar dapat memahami konsep Sunnah dalam kehidupannya kelak.
Pada saat yang bersamaan dengan para santri menjalani marhalah-marhalah tersebut, santri juga tak luput untuk terus menjalani Hafalan Al-Qur’an yang merupakan pelajaran Utama yang wajib dijalani sepanjang masa pendidikan di PPISF pada Halaqah-Halaqah (lingkaran kelompok) yang telah dibagi sesuai para pembimbing (Musyrif) Tahfidz Al Qur’an nya masing-masing. Santri juga akan terus diberikan bimbingan mempelajari Ilmu-Ilmu tambahan yang berupa Matan-Matan ilmu (skrip padat ilmu yang biasanya berbentuk syair bahasa arab) sesuai kemampuan yang dapat dicapai oleh masing-masing santri.
Dalam menjalani proses langkah maju perpindahan kitab yang dipelajari pada setiap marhalah, santri akan diijinkan berpindah pada kitab berikutnya apabila telah dapat memahami dan menguasai dengan penguasaan penuh pada setiap materi pelajarannya. Misal, santri pada Marhalah 1 akan belajar tiga kitab berkaitan dengan Al-Quran dan Tajwid, yaitu Kitab Karimah Dasar, Kitab Karimah Tahsin dan Kitab Tuhfatul Athfal. Saat santri mempelajari Kitab Karimah Dasar, dia tidak akan melanjutkan ke kitab selanjutnya sebelum dinilai lulus penguasaan dan pemahamannya pada kitab tersebut. Guru pembimbing akan memberikan tes berkala setiap hari untuk memastikan penguasaan materi sebelum masuk ke materi berikutnya, apabila dipandang lulus, santri akan diizinkan melanjutkan ke Kitab Karimah Tahsin. Seandainya tidak lulus, santri hanya akan mengulang bab yang kurang dikuasainya dan mengulangi ujian hanya pada bab tersebut, sehingga tidak memberatkan dan menyita waktu. sedangkan bab-bab lainnya sudah dipastikan dikuasai dengan baik, karena hampir setiap kali santri maju menghadap guru untuk meminta pelajaran baru, maka santri harus diuji dengan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk memastikan bahwa dia sudah benar-benar menguasai materi sebelumnya.
Dengan model ini, setiap santri akan menjalani tingkatan “Marhalah” yang berbeda-beda sesuai kompetensi ilmu yang telah dikuasainya. Santri dipastikan menguasai ilmu yang terkandung dalam kitab yang dipelajari, karena pembelajaran dijalani dengan fokus dan tidak terbebani dengan banyaknya mata pelajaran yang harus dipelajari secara bersamaan dalam satu waktu yang dapat mengakibatkan kerancuan dan penguasaan materi yang tidak maksimal. Sebagaimana pesan para Ulama yang mengatakan:
ازدحام العلم مضلة الفهم
Padatnya penyampaian ilmu (dalam satu waktu) menghilangkan pemahaman
Oleh karena itu, tak heran jika menemukan santri yang mendaftar pada tahun yang sama, namun berada pada marhalah yang berbeda. semua itu kembali kepada kemampuan masing-masing santri dan Rezki Ilmu yang diberikan Allah swt. kepada mereka.
Menyesuaikan Kemampuan Santri
Pesantren mengistimewakan seluruh santri tanpa terkecuali, bahkan bagi santri yang memiliki kemampuan lemah. Karena setiap santri memiliki kelebihan masing-masing dan siapapun pasti dapat mengikuti pembelajaran tanpa terkecuali. Guru akan memberikan materi sesuai dengan kemampuan santri. Pesantren menawarkan tiga kategori pembelajaran:
- Menghafal Al-Quran saja.
- Menghafal Al-Quran dan mendalami ilmu syariah.
- Menghafal Al-Quran, hadits dan mendalami ilmu syariah.
Jika santri hanya mampu menghafal Al-Quran, guru tidak akan membebani dengan pembelajaran ilmu Syariah. Cukup dia fokus pada hafalan Al-Quran, demikian seterusnya.
Kriteria kemampuan santri dinilai dengan tiga aspek:
- Kecerdasan.
- Penguasaan materi
- Kemauan serta semangat belajar.
Konsep Pendidikan Dasar Al-Quran
Sebelum menghafal, santri terlebih dahulu melewati pendidikan pembelajaran Al-Quran yang dikenal dengan tahsin qiro’ah dengan materi:
- Menyelesaikan Kitab Karimah Dasar.
- Menyelesaikan Kitab Karimah Tahsin.
- Talqin bacaan
- Metode ketuk
Setelah dinilai lulus, santri diperkenankan menghafal Al-Quran. Pendidikan ini berlangsung selama enam bulan. Namun, apalabila santri baru telah menguasai bacaan yang baik sesuai kaidah, maka dia tidak melalui pendidikan dasar ini.
Konsep Pendidikan Ilmu Syariah
Pendidikan ilmu syariah dimulai dengan materi Bahasa Arab. Setelah mereka menguasai dilanjutkan dengan materi-materi ilmu syariah yang menggunakan kitab kuning. Santri mempelajari satu persatu kitab sebelum melanjutkan ke kitab yang lainnya.
Setiap harinya, seorang santri duduk menghadap gurunya dalam halaqah atau secara privat untuk menerima pelajaran baru. Mereka akan belajar kitab yang disebut dars dan menghafal Al-Quran. Jika kitab tersebut berupa matan (naskah), santri wajib memahami isinya dan kemudian menghafal matan tersebut agar penguasaan materi menjadi semakin sempurna. Guru juga akan meminta santri mengulang-ulang pelajaran yang telah diterimanya setiap hari, setiap pekan dan setiap bulan untuk memastikan penguasaan materi masih terjaga dengan baik dan semakin mantap di dalam diri.
materi pelajaran pada bidang ini telah ditentukan sesuai kadar yang tepat bagi level para santri di tingkat yang sedang dijalani, baik ditingkat Madrasah atau tingkat Ma’had Aly dengan rincian yang bisa dibaca pada link ini.
Konsep Pendidikan Hadits
Menghafal hadits hanya diperkenankan bagi santri yang dinilai memiliki kemampuan, yaitu telah menyelesaikan hafalan 30 juz dan mampu mengikuti pembelajaran ilmu Syariah. Kitab hadits yang telah ditentukan untuk dihafal adalah kitab Arbain An-Nawawi, Umdatul Ahkam dan Bulughul Maram.
Dars Am
Dars Am atau Kuliah Umum merupakan pelajaran dalam bentuk kajian kitab. Seluruh santri mengikuti pelajaran ini tanpa terkecuali di masjid. Pelajaran ini merupakan materi tambahan pemahaman bagi santri tetapi tidak diujikan. Sehingga santri tetap fokus pada Al-Quran dan mulazamah kitabnya masing-masing.
Waktu Dars Am setelah shalat dhuhur, asar dan isya sekitar 30 sd 60 menit. Materi Dars Am yaitu:
- Shifatu Sholat Nabi wama Yalhaquha Min Arkani wa Rawathib, Syeikh Abdul Aziz Ath-Thuraifi.
- Al-Arbain An-Nawawi.
- Ta’lim wal Muta’alim, Syeikh Burhan Al-Islam Az-Zarnuji.
- 200 Sual wa Jawab fil Aqidah, Syeikh Hafid bin Ahmad Al-Hukmi.
- Al-Adab Al-Mufrad, Al-Imam Al-Bukhari.
Selain menggunakan kitab di atas terdapat kitab-kitab lainnya menyesuaikan dengan kebutuhan.
Dauroh Ilmiah
Dauroh Ilmiah merupakan kegiatan pembelajaran yang tidak terjadwal tetap. Kegiatan ini Biasanya diadakan ketika ada kunjungan syeikh dari Timur Tengah, Afrika atau negara lainnya. atau saat kehadiran Guru dan ulama tertentu yang berkenan untuk memberikan pengajaran Ilmu bagi para Santri di Pondok Pesantren Salman Alfarisi. Kegiatan Dauroh Ilmiah ini sangat bermanfaat untuk menambahkan pengetahuan dan pengalaman belajar bagi para santri.
Beberapa dauroh yang pernah diadakan yaitu:
- Makna Lailahailallah oleh Syeikh Al-Ghassan dari Yaman.
- Kitab Ta’lim Muyassar oleh Syeikh Syeikh Muhammad ‘Aun Al-Qohthoni dari Saudi.
- Beberapa matan ilmu oleh Syeikh Abdurrauf dari Mesir.
- Kitab Al-Iman Ibnu Syaibah oleh Syeikh Fakhrudin dari Sudan.
- Miftahul Wushul oleh Syeikh Muhammad Su’ud Al-Jahdi dari Yaman.
- Umdatul Ahkam oleh Syeikh Muhammad Su’ud Al-Jahdi.
- Muqadimah Al-Hadramiyah Fi Fiqhis Sadati Asy-Syafi’iyah oleh Syeikh Muhammad Su’ud Al-Jahdi.
- Dhau-ul Mishbah oleh Syeikh Muhammad Su’ud Al-Jahdi.
- Daurah Al-Quran oleh Syeikh Rusydi Hasan Ash-Shobahi dari Yaman.