Sepanjang garis Palestina hingga Yaman dalam lintasan gunung-gunung yang tinggi menyentuh awan. Di lerengnya yang terjal dan curam, berbatu dan penuh kerikil tajam, berliku dan kelam, longsor dan seram.
Seorang lelaki berotot kuat, berkulit liat, berjalan menyintas lembah dan perbukitan rimba salju Palestina dan Suriah. Sesaat kemudian dia telah bermandi keringat terbakar di atas padang pasir jazirah Arab lalu tergulung badai sahara.
Hidupnya yang penuh lika-liku dan luka tapi tanpa leka itu, epik yang tak berkesudahan dalam cerita dan lembaran-lembaran kertas. Terujilah jiwanya, terbuktilah cintanya dan tersingkaplah kemuliaanya.
Lelaki itu, Ibrahim alaihissalam namanya.
Selama berabad-abad dalam peradaban ajaran millah Ibrahim, nama dan kisah ini menjadi lambang perjalanan kebahagiaan hidup manusia. Setiap tahun pada bulan Dzulqadah dan Dzulhijjah, saat musim haji dan hari berqurban, kisah ini terus diputar tanpa bosan. Justru hikmah-hikmah baru selalu ditemukan bagi orang yang mencermati. Kisah abadi keluarga Nabi Ibrahim yang tidak pernah lapuk sepanjang zaman.
Allah ta’ala telah menetapkan seluruh detik kehidupan Nabi Ibrahim alaihissalam terukir berbagai macam faidah bagi manusia beriman sampai hari kiamat. Siapapun yang ingin menggali berbagai macam potensi dari kisah ini akan menemukan milyar rahasia hikmah. Allah ta’ala berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) terdapat suri teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian.” (Al-Mumtahanah: 6)
Dari segi pendidikan kepesantrenan, kisah Nabi Ibrahim memetakan beberapa konsep tarbiyah yang sangat agung. Tarbiyah yang telah meluluskan Ishaq dan Ismail serta keturunannya. Metode tarbiyah yang telah memuliakan para Nabi dari jalur Ishaq, lalu ditutup dengan Nabi Muhammad dari jalur keturunan Ismail. Nabi Ibrahim alaihissalama adalah pendidik tersukses sepanjang masa, karena tulang sulbi beliau terlahirlah nabi-nabi mulia.
Pertama: Konsep Ketaatan
Ketika Nabi Ibrahim mengunjungi keluarganya di Mekah untuk dakwah dan mendidik keluarganya, ia diperintah Allah menyembelih putranya Ismail melalui mimpi. Tanpa ada bantahan, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah yang sangat berat itu.
Ismail yang saat itu masih belia, justru menguatkan sang ayah dan segera melaksanakan untuk menyembelih dirinya. Kata Ismail:
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Ia menjawab:”Hai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (Ash-Shaffat : 102)
Seorang murid tidak akan menjadi murid yang baik sampai dia bersedia menjalankan perintah-perintah gurunya dan mentaati peraturan-peraturan lembaga pendidikan. Ia ikuti proses kegiatan belajar mengajar dan tarbiyah dengan taat.
Melalui pengalaman, keberhasilan santri ternyata berbanding lurus dengan ketaatannya pada guru. Kegagalannya juga karena abainya pada persoalan penting ini.
Kedua: Konsep Takwa
Seseorang yang hendak beban terlebih dahulu mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membeli hewan qurban. Terlebih pembelian yang dilakukan mendekat bulan-bulan haji. Setelah membelinya, tidak untuk dipelihara tetapi disembelih sebagai ibadah qurban dengan tujuan takwa.
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (Al-Haj: 37)
Dalam dunia pendidikan, penting seorang santri memiliki tujuan takwa dalam KBM yang berlangsung. Seluruh proses dalam menuntut ilmu harus didasari takwa kepada Allah dan menjadikannya sebagai taqorub. Dengan konsep ini akan menghasilkan ilmu yang berbarakah.
Ketiag: Konsep Pemanfaatan
Orang yang berqurban hewan sembelihan tidak memakan seluruh hewan qurbannya. Tetapi sebagian dibagikan ke masyarakat. Bukan hanya sekedar hablum minallah tetapi terdapat nilai hablum munannas yang bermanfaat bagi masyarakat.
Demikianlah, hasil menuntut ilmu bukan hanya menjadi prestasi pribadi, tetapi bagaimana bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga masyarakat sekitar mendapat manfaat dari ilmu yang sekian lama ia pelajari.
Oleh: Ust. Sanif Alisyahbana, Lc. Mudir Ponpes Islam Salman Al-Farisi