Al-Quran kita sama dengan Al-Quran mereka, tetapi keberadaan Nabi salallahu alaihi wassalam yang membawa hikmah Al-Quran dan akhlak Al-Quran yang membedakan kualitas generasi setelahnya.
Nabi salallahu alaihi wassalam yang hidup merakyat bersama sahabat ternyata memiliki rahasia besar; tidak cukup hanya sekedar mengurai makna-makna lafzhiyah untuk memahami keseluruhan surat.
Dengan keberadaan Nabi salallahu alaihi wassalam mereka belajar memahami apa itu Al-Quran, belajar memahami karakteristik seorang mukmin dari manusia agung dan termulia. Mereka hidup membersamainya dalam segala titik kehidupan hingga detil sampai mereka belajar untuk masuk ke dalam syakhsiyah (pribadi) Nabi salallahu alaihi wassalam secara rinci.
Sahabat belajar Al-Quran bukan hanya dalam halaqah majlis-majlis ilmiah, jauh dari itu mereka berusaha meng_clone_ syakhsiyah Nabi salallahu alaihi wassalam, akhlaknya, sifat-sifatnya, prinsipnya, ibadahnya dan semuanya yang bisa mereka serap dengan segala cinta. Ungkapan cinta pada Rasululullah salallahu alaihi wassalam bukan hanya ucapan mesra di lisan tapi diwujudkan dalam bentuk ittiba .
Level ittiba sahabat bukan semata memenuhi syarat diterimanya ibadah, tapi mencintai apapun yang dilakukan oleh Nabi salallahu alaihi wassalam meskipun hasilnya sesuatu yang dibenci nafsu dan keinginan manusia.
Ittiba sahabat pada Nabi salallahu alaihi wassalam bukan hanya ittiba zhahir, namun ittiba yang dibingkai dengan cinta tulus dalam hati sehingga antara Nabi salallahu alaihi wassalam dan sahabat radhiyallahu anhum terjalin rajutan saling cinta mencintai.
Bila kita ingin berbicara tentang Al-Quran, tema pertama yang disampaikan yaitu; umat tidak akan mendapat hidayah kecuali harus kembali pada Al-Quran. Jika kita ingin melihat perubahan dalam umat wajib melihat perubahan sikap umat pada Al-Quran. Alhamdulillah kita telah menyaksikan pergerakan umat kembali pada Al-Quran.
Beberapa tahun lalu, kita kesulitan mencari seorang hafizh untuk mengimami shalat terawih. Bisa jadi tidak ditemukan seorang hafizh dalam satu kabupaten. Namun hari ini dengan fadhilah Allah, kita mudah menemukan hafizh. Demikian pula mudah kita menemukan dukungan dari lembaga, personal dan lainnya untuk mencetak para hafizh.
Fenomena tersebut merupakan tanda perubahan masyarakat dalam bertaamul dengan Al-Quran. Menunjukkan perimaan masyarakat pada Al-Quran Al-Karim untuk menghafalnya, mempelajarinya dan memahaminya.
Saat ini kita mudah menemukan sekolah-sekolah Al-Quran baik berbentuk pesantren, sekolah integrasi, lembaga-lembaga kursus atau halaqah taklim. Kita juga menjumpai berbagai macam bentuk pengembangan metode menghafal dan ilmu tajwid.
Lebih dari itu, kita menemukan fenomena pesantren yang hanya mengajarkan mulamazah Al-Quran. Bahkan kita mulai menjumpai para orang tua tidak menyekolahkan anaknya di sekolah formal dan dididik di rumah mencukupkan dengan Al-Quran.