Mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran berinisial MB (23) ditemukan tewas setelah melakukan aksi gantung diri di dalam kamar kontrakannya, Jawa Barat pada 2018. Masih pada tahun yang sama, seorang mahasiswa semester akhir Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pembangunan Kota Tanjungpinang ditemukan tewas gantung diri di kamar kos kakaknya.
Lalu, pada Februari 2019, asrama STT STAPIN/SEAPIN Majalengka dikejutkan dengan adanya mahasiswa semester II gantung diri. Berita diatas hanya secuil contoh laku bunuh diri di kalangan mahasiswa Indonesia.
Banyaknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa mendorong Benny Prawira Siaw ahli kajian bunuh diri (suicidolog) untuk melakukan riset. Hasilnya, 34,5 persen mahasiswa Jakarta dari 284 responden punya kecendrungan pemikiran bunuh diri. Tragis!
Badan Nasional Narkotika (BNN) merilis data, tersangka kasus narkoba pada mahasiswa sebanyak 943 orang dan meningkat menjadi 1.357 orang pada 2015. Lebih mencengangkan adalah kasus pada tingkat SMA sejumlah 30 ribu siswa pada 2015.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementrian Kesehatan pada Oktober 2013, sekitar 62,7% remaja Indonesia melakukan hubungan seks di luar nikah. Ini jauh dari data tahun 1980 yang hanya 5%, atau tahun 2000 yang 20%. Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus aborsi pada remaja.
Belum kasus pembunuhan bayi oleh ibunya sendiri yang masih berstatus mahasiswi akibat hamil di luar nikah, LGBT serta warna-warni buram degradasi moral lainnya yang membuat kita prihatin.
Padahal, pemuda dan mahasiswa sebagai generasi pembawa perubahan dan suatu identitas potensial sebagai penerus cita-cita perjuangan. Mahasiswa sebagai komunitas unik dengan kelebihan dan kesempatan yang dimilikinya berada sedikit di atas masyarakat. Seperti kata tokoh pergerakan Mesir Ust. Hasan Al-Bana rahimahullah:
“Di setiap kebangkitan pemudalah pilarnya, di setiap pemikiran pemudalah pengibar panji-panjinya.”
Kerusakan yang mengancam mahasiswa harus dicegah dengan segala upaya. Perbaikan secara masif dan serius bekerjasama dengan seluruh komponen masyarakat khususnya praktisi pendidikan melalui dakwah dan tarbiyah di seluruh lini dunia kampus.
Sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Athif Abdul Mu’zi Al-Fuyumi dosen Al-Azhar dan ulama hadits Mesir: Wajib atas kita untuk meluruskan dari muaranya bukan dari hilirnya dengan menggalakkan tarbiyah, pengkaderan agen perubahan dan perbaikan. Inilah jalan yang ditempuh para nabi dan rasul, dai dan penyeru kebaikan dan inilah satu-satunya cara yang dilakukan Nabi salallahu alaihi wassalam dalam menyampaikan dakwah, pembangunan umat dan menegakkan sendi-sendi negara.
Ust. Hendi Kurniawan: Ketua Yayasan An-Nubala Karanganyar