Allah ta’ala berfirman:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَىٰ أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ} [الأنعام : 42]
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (Al-An’am: 42)
Salah satu hikmah dari ujian dan musibah yang Allah timpakan pada seseorang atau kaum supaya mereka interopeksi diri. Menengok kesalahan dan dosa untuk perbaikan dan taubat.
Sebab terkadang, manusia sangat sulit untuk bertaubat meskipun dia telah menyadari dosa-dosanya. Seperti kisah pembunuh 99 orang. Mencari jalan taubat tetapi terus melakukan pembunuhan. Ia terhenti melakukan dosa ketika mendapat musibah luka parah. Dalam pelariannya menahan sakit itulah dia baru dapat memohon kepada Allah dengan merendah diri.
لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
“supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.
Yaitu kembali, istighfar dan taubat dari penyebab-penyebab datangnya musibah.
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda:
إذا أحَبَّ اللهُ قومًا ابْتلاهُمْ
“Jika Allah mencintai suatu kaum maka mereka akan diuji” (HR. Ath-Thabrani)
Musibah dan ujian merupakan salah satu tanda Allah mencintai hamba. Cara Allah mencintai hamba-Nya. Allah membantunya agar dia terpuruk merasakan sakit dan derita, lalu mudahlah dia bertaubat padahal sebelumnya sangat sulit.
Allah ta’ala juga berfirman:
{ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ} [الروم : 41]
“Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)
Yaitu merasakan sesuatu yang berat pada harta, jiwa serta lainnya agar menjauhi dosa dan maksiat.
Seorang shalih ditanya, apa itu kesabaran yang indah? Ia menjawab: “Kamu mendapat ujian dan hatimu berkata Alhamdulillah.”
Seperti kata Nabi Yakub ayah Yusuf:
فَصَبْرٌ جَمِيلٌ
“Maka kesabaran yang indah itulah kesabaranku.” (Yusuf: 18)