Gunung secara umum dapat diartikan sebagai bentuk bentang alam yang mempunyai topografi lebih tinggi daripada sekitarnya. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendifinisikan gunung sebagai bukit yang sangat besar dan tinggi biasanya tingginya lebih dari 600 m.
Al-Qur’an menyebut tentang gunung dengan lafazh dalam bentuk tunggal jabal (جبل) sebanyak enam kali, kemudian lafazh dalam bentuk plural jibal (جبال) sebanyak 33 kali dan rawasiy (رواسي) sebanyak sembilan kali.
Kemudian, gunung api dibentuk oleh magma yang keluar dari perut bumi, seiring berjalannya waktu yang sangat lama membentuk kerucut gunung api. Pembentukan pegunungan maupun gunung api tidak lepas oleh proses tektonik yang sangat kuat dari pertemuan antara lempeng-lempeng tektonik atau sering disebut dengan proses endogen.
Gunung yang Bergerak
Uniknya, gunung yang Allah ciptakan begitu kokoh dan besar dari tumbukan lempeng itu pun ternyata tidak diam, ia bergerak sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur’an,
وَتَرَى ٱلْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِىَ تَمُرُّ مَرَّ ٱلسَّحَابِ ۚ صُنْعَ ٱللَّهِ ٱلَّذِىٓ أَتْقَنَ كُلَّ شَىْءٍ ۚ إِنَّهُۥ خَبِيرٌۢ بِمَا تَفْعَلُونَ
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Naml: 88).
Dalam Tafsir Ilmi yang diterbitkan oleh Kementerian Agama RI dijelaskan tentang fenomena bergeraknya gunung.
“Fakta atau data ilmiah menunjukkan bahwa lempeng-lempeng samudra bergerak menjauhi Punggung Tengah Samudra. Kalau kita amati, Benua Afrika dan Amerika tampak pernah menyatu dan kemudian berpisah. Jika kita gunting gambar Afrika sepanjang pantai baratnya dan Amerika Selatan sepanjang pantai timurnya, dan impitkan satu sama lain maka kedua gambar benua ini akan menyatu di sepanjang pantainya. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa data geologi di Afrika dan Amerika memiliki kesamaan, dan pemicunya adalah pemekaran yang terjadi di lantai samudra. Jadi, sejatinya benua atau “gunung” itu bergerak ibarat kapal-kapal yang berlayar.” (Gunung dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains, hal. 69).
Untuk memahami satu ayat pendek tersebut, ternyata butuh 14 abad, hingga ilmu pengetahuan pun baru bisa menjabarkannya lewat sebuah penemuan.
Alfred Lothar Wegener seorang ahli meteorology dan geofisika yang mengemukakan hipotesis tersebut pada 1915 dalam bukunya yang berjudul The Origin of Continents and Oceans. Dalam teorinya, Wegener mengatakan bahwa bumi dulunya (sekitar 225 juta tahun yang lalu) terbentuk dari satu permukaan utuh yang sangat besar dan disebut sebagai Pangea. Istilah Pangea berasal dari bahasa Yunani Kuno yang berarti seluruh bumi. Pangea kemudian terfragmentasi (terpecah) sekitar 200 juta tahun lalu dan mulai bergeser menjauhi satu sama membentuk benua yang kita kenal sekarang.
Wegner juga menemukan kesamaan jenis, struktur, dan juga usia batuan pada dua sisi samudra Atlantik yang saling berlawanan yaitu pada Pegunungan Appalachian (Amerika Serikat) dan Pegunungan Greenland bagian timur. Berdasarkan situs Geoscience LibreTexts, Wegner menyimpulkan bahwa kedua pegunungan tersebut awalnya adalah barisan pegunungan tunggal yang terpisah saat benua-benua mengapung atau bergeser.
Maha Benar Allah atas firmanNya,
وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلْجَوَارِ فِى ٱلْبَحْرِ كَٱلْأَعْلَٰمِ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal di tengah (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. (QS. Asy-Syura: 32)
Kelak, ketika satelit GPS (Global Positioning System) mengirimkan data posisi suatu tempat dari waktu ke waktu, tampak bahwa gunung-gunung itu bergerak milimeter demi milimeter setiap tahun. Gunung yang tampak tetap di tempatnya itu ternyata berjalan bagai awan. Kini kita mengetahui bahwa Bumi di bagian paling atas terdiri atas lempenglempeng tektonik. Lempeng-lempeng ini bagaikan kapal-kapal yang mengapung di atas lautan astenosfer dan bergerak relatif satu terhadap lainnya.
Cincin Api
Selanjutnya, Indonesia merupakan negara yang terletak di antara Ring Of Fire (cincin api) dengan 127 gunung api yang membentang dari Nusa Tenggara, Jawa, Bali, Sumatera. Indonesia juga berada di titik pertemuan tiga lempeng benua utama, lempeng Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia-dan lempeng Filipina yang jauh lebih kecil. Hal ini mengakibatkan tingginya kompleksitas bencana di Indonesia mulai dari tsunami, gempa bumi, banjir, hingga erupsi gunung berapi.
Ketika lempengan tersebut bertumbukan, lempengan yang lebih kuat menyelip di bawah lempengan yang satunya, sementara yang di atas melipat dan membentuk dataran tinggi termasuk gunung. Lapisan bawah bergerak di bawah permukaan dan membentuk perpanjangan yang dalam sampai ke bawah. Ini berarti gunung mempunyai bagian yang menghujam jauh ke bawah yang tak kalah besarnya dengan yang tampak di permukaan bumi.
Dengan kata lain, gunung-gunung menggenggam lempengan-lempengan kerak bumi dengan memanjang ke atas dan ke bawah permukaan bumi pada titik-titik pertemuan lempengan-lempengan ini. Dengan cara ini, gunung memancangkan kerak bumi dan mencegahnya dari terombang-ambing di atas lapisan magma. Di sinilah peran gunung sebagai pasak yang menjaga stabilitas permukaan bumi.
وَٱلْجِبَالَ أَرْسَىٰهَا
Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh. (QS. An-Nazi’at: 32).
Di sisi lain, adanya gerakan dari lempengan-lempengan ini dapat menimbulkan berbagai reaksi dalam ilmu fisika dikenal dengan pengaruh luar atau gaya. Ketika gunung mendapatkan pengaruh luar sehingga menyebabkan gunung berguncang dan menimbulkan ledakan-ledakan berupa semburan asap dan bunga api atau yang dikenal dengan letusan gunung api.
يَوْمَ تَرْجُفُ ٱلْأَرْضُ وَٱلْجِبَالُ وَكَانَتِ ٱلْجِبَالُ كَثِيبًا مَّهِيلًا
Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang berterbangan. (QS. Al-Muzammil: 14).
Beberapa gunung api sering mengejutkan karena tiba-tiba meletus setelah tidur panjang. Teknologi canggih hanya bisa mendeteksi aktvitas gunung berapi. Namun, kapan pastinya gunung akan meletus, tak pernah ada yang tahu, sebab itu hanya menjadi kewenangan Allah Sang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, tidak ada yang memprediksi terjadinya bencana erupsi Gunung Semeru pada pada Sabtu (4/12/2021) lalu, sehingga banyak menimbulkan korban jiwa.
Soal letusan gunung, Al-Qur’an sudah membahasnya sejak 14 abad yang lalu, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَتَكُونُ ٱلْجِبَالُ كَٱلْعِهْنِ ٱلْمَنفُوشِ
Dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang dihambur-hamburkan. (QS. Al-Qari’ah: 5).
Al-Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya,
قد صارت كأنها الصوف المنفوش، الذي قد شَرَع في الذهاب والتمزق. قال مجاهد، وعكرمة، وسعيد بن جبير، والحسن، وقتادة، وعطاء الخراساني، والضحاك، والسدي: “الْعِهْنِ” الصوف
Gunung-gunung di hari itu seakan-akan seperti bulu domba yang dihambur-hamburkan hingga menjadi beterbangan. Mujahid, Ikrimah, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan, Qatadah, Ata Al-Khurrasani, Ad-Dahhak, dan As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Al-‘ihni, ” bahwa makna yang dimaksud adalah bulu domba. (Tafsir Ibnu Katsir: VIII/468).
Fenomena erupsi gunung berapi ini oleh masyarakat Jawa disebut sebagai “Wedhus Gembel” karena bentuknya menyerupai bulu domba yang berhamburan. Wedhus gembel adalah visualisasi dari awan panas yang memiliki nama ilmiah pyroclastic density flow, yang merupakan zat padat berupa debu vulkanik dengan ukuran mulai dari ash sampai lapili dan fase gas (CO2, sulfur, klor, uap air dan lainnya) yang bercampur udara. Suhu awan panas bisa mencapai 1.000-1.100°C saat keluar kawah dan ketika menerjang permukiman suhunya menjadi sekitar 500-600°C dengan kecepatan 200 Km per jam. Maka tak heran bila letusan gunung, seperti erupsi Semeru, menimbulkan banyak korban luka dan tewas banyak ditemukan dengan kondisi luka bakar yang mengerikan.
Berdasarkan penjelasan ayat-ayat kauniyah di atas, seyogianya manusia menyadari bahwa ia mahluk yang lemah. Bencana bisa terjadi kapan saja dan itu tak lepas dari izin Allah. Maka, mitigasi bencana bukan sekedar ikhtiar lahiriyah saja, tetapi juga ruhiyah batiniyah yakni dengan meningkatkan iman dan takwa, serta amar ma’ruf nahi munkar. Menjauhkan diri dari maksiat dan merubahnya menjadi taat.
Ali bin Abi Tholib –radhiyallahu ‘anhu– mengatakan,
مَا نُزِّلَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ وَلاَ رُفِعَ بَلاَءٌ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ
“Tidaklah musibah tersebut turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Al Jawabul Kaafi, hal. 87).
Semoga dengan taubat, Allah cucuran rahmat, sehingga terhindar dari bencana dan laknat.