Allah ta’ala berfirman:
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya.” (Al-Bayinah: 8)
Kesempurnaan peribadatan pada Allah lebih disebabkan kemampuan si hamba menjalankan konsekuensi-konsekuensi hukum yang sebenarnya berat baginya. Ketika si hamba hanya memilih menjalankan hukum-hukum yang ringan saja, itu akan membuat jarak peribadatan dengan Rabbnya semakin jauh.
Maknanya, peribadatan berarti kesabaran, tawakal, keridhaan, ketundukan dan merendah, rasa membutuhkan, dan ketakutan. Sehingga peribadatan tidak akan sempurna kecuali dia menjalankan kewajiban yang memang berat dilaksanakan.
Keridhaan hamba pada Allah dalam segala hal akan membuat Rabb ridha padanya. Ketika hamba ridha dengan rezeki yang sedikit, Allah akan ridha padanya dengan amal sedikit yang dia persembahkan. Ketika hamba ridha terhadap semua keadaan yang melingkupinya, dan tetap mempertahankan kualitas keridhaannya itu, maka Allah akan cepat meridhainya ketika dia meminta keridhaan-Nya. Inilah buah ridha berupa kelezatan keimanan.
Seperti orang yang ikhlas beramal. Walaupun amalnya sedikit tapi Allah meridhai semua usaha mereka karena mereka memang ridha pada Allah. Berbeda dengan orang munafik yang selalu ditolak amalnya, karena mereka tidak ridha pada Allah. Akhirnya Allah menyia-nyiakan apapun amalan yang mereka lakukan.