Sebuah momentum yang seringkali terdengar, namun tak pernah menjadi suatu hal yang membosankan. 17 Agustus 1945, sebuah momentum dimana bangsa Indonesia, melalui tokoh proklamatornya, mengetarkan para kolonial belanda, dengan menyatakan kemerdekaannya. Tentu hal ini tidak akan dapat dipisahkan dengan kehendak allah yang maha kuasa, melalui tangan-tangan para pahlawan. Sehinga tak heran, 17 Agustus dinobaatkan menjadi sebuah hari yang istimewa, bagi bangsa Indonesia, Serta akan terus dikenang, dengan segala bentuk ragam acaranya. Tentunya Hal ini ialah, salah satu wujud Syukur bangsa Indonesia atas kemerdekaan yang diperoleh, setelah masa penjajahan.
Namun patut kiranya, bagi kita seorang muslim pecinta Indonesia, mempertanyakan bagaimana hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya? Apakah kemerdekaan itu dimaknai sebatas bebas dari segala belenggu (kekangan), aturan, dan kekuasaan dari pihak tertentu? Padahal kita semua tahu bahwasanya tidak ada yang dapat hidup dimuka bumi ini terbebas dari aturan. Karena pada dasarnya dimanapun kita berada, pasti ada sebuah norma/ aturan yang mengekang dan membatasi diri kita. Dimana peraturan itu ditujukan untuk kemaslahatan, dan kebaikan Bersama.
Cobalah kita cermati bagaimana jawaban sahabat mulia Rib’i bin ‘Amir Ats-Tsaqafi Ketika ditanya oleh Rustum panglima tertinggi Persia kala itu. Tentang apa maksud tujuannya datang menjumpai Rustum. Dengan lantang dan berani Rib’i mengatakan
الله ُابْتَعَثَنَا لِنُخْرِجَ مَنْ شَاءَ ِمنْ عِبَادِةِ اْلِعبَادِ إِلى عِبَادَةِ اللهِ، وَمِنْ ضِيْقِ الدُّنْيَا إِلى سَعَتِهَا، وَمِنْ جَوْرِ اْلأَ َدْيَانِ إلى عَدْلِ اْلإِسْلاَمِ
“Alloh telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Alloh, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan al-Islam”.
Dari jawaban itu, kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa hakikat kemerdekaan sesungguhnya, bagi seorang muslim yaitu, Ketika seseorang dapat leluasa menjalankan perintah allah, untuk beribadah hanya kepada nya, dan meninggalkan segala bentuk kesyirikan, berupa peribadatan kepada sesama mahluk, menuju peribadatan kepada allah semata. Serta kesempitan di dunia, menuju kebahagian akhirat. Dimana ibadah ini jugalah, yang menjadi salah satu tujuan diciptakannya manusia.
Allah berfirman dalam Surat Az-Zariyat Ayat 56;
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Lain hal nya dengan kesyirikan, dimana hal inilah yang menjadi sebab utama seseorang terbelenggu, serta terjerumus kepada kesengsaraan dunia, dan akhirat. Tak hanya itu kesyirikan jugalah yang akan menyebabkan seseorang kekal abadi didalam neraka.
Allah SWT. Memperingatkan kepada kita bagaimana akbat syirik ini dalam firmannya:
إِنَّ ٱللهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللهِ فَقَدِ ٱفْتَرَىٰٓ إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS An-Nisa’: 48)
Diayat yang lain; Surat Al-Ma’idah Ayat 72
لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya: Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.
Dari ayat di atas, marilah kita mengambil sebuah garis lurus, pada permasalahan yang ada pada kita saat ini. Berapa banyak Masyarakat yang kita jumpai, Belum mengenal siapa Allah, Belum tahu bagaimana cara beribadah, bahkan ibadah yang sering terulang setiap harinya. Adapun yang paling memperhatinkan ialah, Ketika masih banyak Masyarakat yang terjatuh pada lubang kesetan, dan kesyirikan, tapi mereka beranggapan bahwa ada pada kebenaran. Oleh karena itu menjadi tugas kita semua, untuk ikut andil dalam berdakwah menyampaikan kebenaran, walaupun harus menyakitkan. Harapannya dengan ini, kita dapat mewujudkan hakikat kemerdekaan yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar berteriak-teriak perihal kebebasan, melainkan menjadi seorang hamba yang bertauhid, serta terbebas dari kubangan nafsu dan kesyirikan.
“Alloh telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan terhadap sesama hamba kepada penghambaan kepada Alloh, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dari kezhaliman agama-agama kepada keadilan al-Islam”.