Berbelanja adalah aktivitas yang umum dilakukan oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aktivitas tersebut mungkin terlihat biasa saja, bahkan dianggap remeh. Akibatnya tak sedikit yang mengabaikan adab hingga terjerumus melanggar syariah.
Tahukah kita, bahwa dalam Islam persoalan harta ada dua hal yang mesti dipertanggungjawabkan, dari mana kita mendapatkannya, lalu ke mana harta itu dikeluarkan?
لَا تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ … عَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَ فِيْمَا أَنْفَقَهُ
“Tidak bergeser kaki seorang hamba pada hari Kiamat sampai ia ditanya tentang empat hal … tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan.” (HR. Tirmidzi).
Berbelanja, termasuk dari alokasi keluarnya harta yang kita miliki. Sehingga berbelanja juga harus bijak dan bertanggungjawab, agar aktivitas tersebut bisa mendatangkan rahmat Allah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari).
Sebaliknya, serampangan dalam membelanjakan harta bisa menyeretnya ke lembah neraka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيرِ حَقٍّ، فَلَهُمُ النَّارُ يَومَ القِيَامَةِ
“Ada sejumlah orang yang membelanjakan harta Allah secara serampangan atau asal-asalan dengan cara yang tidak benar, maka untuk mereka neraka pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari)
Maka, dalam Islam berbelanja ada aturan dan etikanya. Di zaman para sahabat, mereka tidak berdagang ke pasar sebelum mengetahui ilmu tentang fiqih jual beli. Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah ketika beliau membahas tentang fiqih jual beli, menukil perkataan Umar bin Khattab,
لَا يَبِعْ فِيْ سُوْقِنَا إِلَّا مَنْ يَفْقَهُ، وَإِلَّا أَكَلَ الرِّبَا شَاءَ أَمْ أَبَى
“Tidak boleh berjualan di pasar kita kecuali orang yang memiliki pemahaman (fiqih), jika tidak maka dia akan makan hasil riba, baik ketika dia menghendaki maupun tidak”.
Oleh sebab itu, berbelanja dengan sesama muslim lebih aman dan menenangkan hati, agar kita tidak tidak menabrak hukum syariah.
Selanjutnya, etika berbelanja dalam Islam adalah memprioritaskan berbelanja di toko, warung, pasar atau swalayan sesama muslim. Dalam sebuah istilah gerakan ekonomi Islam yang populer di Malaysia adalah buy muslim first. Dengan demikian, dalam berbelanja seorang muslim melibatkan iman, yakni al-wala wal bara. Loyalitasnya kepada sesama muslim yang mendorong untuk melariskan dagangan saudaranya.
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan para lelaki yang beriman serta para perempuan yang beriman, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) hal yang ma’ruf, mencegah dari hal yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah serta Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71).
Dahulu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam membebaskan kaum muslimin dari ekosistem ribawi, pajak dan monopoli Yahudi Bani Qainuqa, dengan membuat pasar sendiri bagi kaum Muslimin di Madinah. Diriwayatkan Ibnu Syabah,
ضرب رسول اللّه صلّى اللّه عليه و سلّم قبة في موضع بقيع الزبير فقال: هذا سوقكم. فأقبل كعب بن الأشرف فدخلها و قطع أطنابها، فقال رسول اللّه صلّى اللّه عليه و سلّم: لا جرم لأنقلنّها إلى موضع هو أغيظ له من هذا، فنقلها إلى موضع سوق المدينة، ثم قال: هذا سوقكم، لا تتحجروا، و لا يضرب عليه الخراج.
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membuat kubah di Pasar Baqi Zubair, kemudian beliau bersabda, ‘Ini adalah pasar kalian.’ Suatu saat Ka’ab bin Asyraf datang memasukinya dan memotong tiang-tiangnya, sehingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Jangan zalim, aku akan memindahkannya ke tempat yang lebih membuat ia marah daripada ini.’ Setelah kubah itu dipindahkan ke tempat Pasar Madinah, beliau bersabda, ‘Ini adalah pasar kalian, jangan membuat bangunan dan jangan membebankan pajak atasnya.'” (Wafa al-Wafa, II/257).
Ini merupakan contoh, bahwa dalam berniaga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam senantiasa mendahulukan kaum muslimin. Jadi, bukan hanya bisnis semata, namun juga ta’awun (saling tolong menolong) dan berbagi kebahagiaan.
أفضلُ الأعمالِ أن تُدْخِلَ على أخيكَ المؤمنِ سُروراً
“Sebaik-baik amal Shalih adalah engkau memasukkan kegembiraan kepada saudaramu yang beriman…” (HR. Ibnu Abi Dunya).
Apalagi, bila keuntungan perniagaan atau hasil bisnis itu ditasharufkan untuk membantu mengembangkan fasilitas kepentingan kaum Muslimin. Seperti misalnya didirikannya Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) yang membuka warung kelontong untuk kebutuhan santri dan asatidz. Lalu adanya rumah makan; Aden Resto, Soto Dasinem, penginapan Villa Green Hills dan lain-lain, semua lahan bisnis tersebut keuntungannya untuk membantu Pondok Pesantren Salman Al-Farisi.
Dengan berniaga, membeli produk atau menyewa jasa kaum muslimin maka secara tak langsung kita juga sudah bersedekah. Bukan hanya kebutuhan terpenuhi tetapi juga mendapat pahala.
Diriwayatkan oleh Ibnu Zubalah,
إنما السوق صدقة
“Sesungguhnya pasar adalah sedekah…” (Wafa al-Wafa, II/257).
Selain itu, bila kita belanja di mall, kita tidak mengenal pegawainya, apakah itu kasir, sales atau bahkan satpam yang menjaga. Begitu pula dengan belanja online, yang bahkan kita tak tahu siapa personal seller (penjual) barang tersebut.
Namun, berbelanja dengan tetangga, kawan, santri atau sesama muslim menjadi perekat ukhuwah, untuk bersosialisasi, berinteraksi, sarana dakwah saling mendoakan, menasihati dalam kebenaran dan kesabaran. Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah, ia menyampaikan sebuah kisah menarik,
عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ ، قَالَ : الْتَقَى رَجُلاَنِ فِي السُّوقِ ، فَقَالَ : أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ : يَا أَخِي ، تَعَالَ نَدْعُو اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرْهُ فِي غَفْلَةِ النَّاسِ لَعَلَّهُ يَغْفِرُ لَنَا ، فَفَعَلا ، فَقُضِي لأَحَدِهِمَا ، أَنَّهُ مَاتَ قَبْلَ صَاحِبِهِ ، فَأَتَاهُ فِي الْمَنَامِ ، فَقَالَ : يَا أَخِي ، أَشْعَرْت أَنَّ اللَّهَ غَفَرَ لَنَا عَشِيَّةَ الْتَقَيْنَا فِي السُّوقِ.
Dari Abi Qilabah, beliau berkata; “Ada dua orang bertemu di pasar. Salah satu dari mereka mengajak temannya, ‘Kawan, mari kita berdoa kepada Allah, memohon ampun kepada-Nya, di tengah manusia yang sedang lalai. Semoga Allah mengampuni dosa kita.’ Lalu mereka pun banyak berdoa dan memohon ampun kepada Allah. Hingga salah satunya meninggal dunia. Lalu orang yang masih hidup ini bermimpi. Dalam mimpinya dia bertemu dengan temannya di pasar itu, seraya berkata, ‘Kawan, aku merasa, Allah telah mengampuni dosaku di hari ketika kita ketemu di pasar.’” (HR. Ibnu Abi Syaibah).
Subhanallah, kisah yang amat inspiratif sebagai motivasi bagi kita agar berbelanja dengan saudara sesama muslim. Meskipun yang dilakukan adalah perkara dunia, tetapi mereka saling mengingatkan tentang akhirat.
Oleh sebab itu, sebagai sesama muslim sudah seharusnya kita turut meramaikan syiar ini, mendukung, mengembangan pasar sebagai potensi bisnis juga mendulang pahala.
Mari belanja di toko kaum muslimin, belanja sekaligus bersedekah, berdakwah, mempererat ukhuwah dan membangun ekonomi yang penuh berkah.