Syarat wajibnya puasa salah satu di antaranya adalah taklif, yakni seseorang yang telah mencapai ‘akil baligh.
Namun demikian, mengajarkan anak kecil yang belum baligh berpuasa sudah dicontohkan sejak masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat.
Al-Imam Al-Bukhari sampai membuat bab tersendiri tentang hal ini, dengan judul “Bab Shaumi Shibyan” (Bab Puasanya Anak-anak).
Dalilnya adalah ketika Umar bin Khattab, bertemu seorang muslim yang mabuk dan tidak berpuasa,
قَالَ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ لِنَشْوَانٍ فِى رَمَضَانَ وَيْلَكَ ، وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ . فَضَرَبَهُ
Umar berkata kepada orang yang mabuk di bulan Ramadhan, “Celakalah kamu. Padahal anak-anak kecil saja berpuasa.” Lalu ‘Umar menghukum orang itu dengan hukuman cambuk. (HR. Bukhari).
Kemudian, diperkuat dengan hadits lain, yang menjelaskan bagaimana para sahabat waktu itu mengajarkan anak-anak mereka berpuasa.
عَنِ الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ قَالَتْ أَرْسَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ « مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ». فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ إِنْ شَاءَ اللَّهُ وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَنَجْعَلُ لَهُمُ اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ
Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz bin Afra, ia berkata: “Di pagi hari ‘Asyura Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar sekitar Madinah: ‘Siapa yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari ini.’ Maka setelah itu kami berpuasa serta mengajak anak-anak untuk ikut berpuasa. Lalu kami beranjak menuju masjid dan membuatkan mereka mainan dari bulu, jika salah seorang dari mereka menangis meminta makanan, kami berikan mainan tersebut kepada mereka (agar mereka lalai, pen.) hingga tiba waktu berbuka.” (HR Bukhari dan Muslim).
Penjelasan dari hadits di atas, diuraikan oleh Ibnu Bathal dalam Syarah Shahih Bukhari, sebagaimana berikut ini:
أجمع العلماء أنه لا تلزم العبادات والفرائض إلا عند البلوغ ، إلا أن كثيرًا من العلماء استحبوا أن يدرب الصبيان على الصيام والعبادات رجاء بركتها لهم ، وليعتادوها ، وتسهل عليهم إذا لزمتهم
قال المهلب : وفى هذا الحديث من الفقه أن من حمل صبيا على طاعة الله ودربه على التزام شرائعه فإنه مأجور بذلك ، وأن المشقة التى تلزم الصبيان فى ذلك غير محاسب بها من حملهم عليها
قال ابن المنذر : واختلفوا فى الوقت الذى يؤمر فيه الصبيان بالصيام ، فكان الحسن ، وابن سيرين ، وعروة ، وعطاء ، والزهرى ، وقتادة ، والشافعى يقولون : يؤمر به إذا أطاقه
وقال الأوزاعى : إذا أطاق صوم ثلاثة أيام تباعًا لا يخور فيهن ولا يضعف حمل على صوم رمضان ، واحتج بحديث ابن أبى لبيبة عن أبيه ، عن جده ، عن النبى ، عليه السلام ، أنه قال : ( إذا صام الغلام ثلاثة أيام متتابعة فقد وجب عليه صيام شهر رمضان )
وقال إسحاق : إذا بلغ ثنتى عشرة سنة أحببت له أن يتكلف الصيام للعادة ، وقال ابن الماجشون : إذا أطاقوا الصيام ألزموه ، فإن أفطروا لغير عذر ولا علة فعليهم القضاء . وقال أشهب : يستحب لهم إذا أطاقوه .
Para ulama sepakat, berbagai ibadah dan kewajiban tidaklah dibebankan, melainkan ketika telah baligh. Namun kebanyakan ulama sudah menganjurkan (sunnah) melatih anak untuk berpuasa sejak kecil, begitu pula untuk ibadah lainnya. Hal ini demi mengharap keberkahannya dan agar membuat mereka terbiasa sejak kecil, sehingga semakin mudah mereka lakukan ketika telah diwajibkan.
Al-Muhallab berkata, dalam hadits ini terdapat pemahaman bahwa siapa saja yang mengajak anak untuk melakukan ketaatan pada Allah, mengajak mereka untuk konsisten dalam menjalankan ibadah, mereka akan diberi pahala lantaran hal itu. Kesulitan yang membebani anak-anak saat latihan tidak dihisab, karena hal itu menjadikan mereka di atas ketaatan.”
Ibnul Mundzir berkata bahwa para ulama berselisih pendapat dalam hal kapan anak diperintah untuk berpuasa. Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, ‘Urwah, ‘Atho’, Az Zuhri, Qatadah, Imam Syafi’i berpandangan bahwa mereka diperintahkan berpuasa ketika mereka sudah mampu.
Al-Auza’i berkata jika anak-anak sudah mampu berpuasa tiga hari berturut-turut, tidak membatalkan puasa selama tiga hari tersebut dan tidak membuatnya lemah maka ia dibebankan puasa Ramadhan. Ia berhujjah dengan hadits Ibnu Abi Lubabah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, bahwasanya beliau bersabda, (jika seorang anak berpuasa tiga hari berturut-turut, maka wajib baginya berpuasa di bulan Ramadhan).
Ishaq berkata, “Kalau sudah berumur dua belas tahun, saya lebih senang kalau dia diberi beban berpuasa agar terbiasa.”
Ibnu Al-Majusyun berkata, jika anak telah mampu puasa, maka ia telah wajib puasa. Jika ia tidak puasa tanpa uzur dan bukan karena sakit, maka ia tetap wajib mengganti (qadha) puasanya. Sedangkan Asyhab berkata, disunnahkan berpuasa bagi anak-anak apabila mereka mampu. (Syarh Ibnu Bathal, IV/107).
Dari hadits dan uraian para ulama di atas maka kita bisa mengambil berbagai pelajaran, sebagai tips untuk mengajarkan anak-anak berpuasa.
- Disyariatkan untuk mendidik anak-anak berpuasa dan menjalankan ibadah lainnya. Hal ini telah dilakukan para sahabat sejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam hidup di tengah-tengah mereka.
- Anak-anak yang diperintahkan untuk berpuasa bila mereka telah tamyiz dan memiliki kemampuan. Adapun batasan usia mulai diperintahkan berpuasa adalah sebagaimana usia diperintahkan untuk shalat, yakni mulai tujuh tahun. Bila meninggalkan umur 10 tahun diberi sanksi.
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud)
Ibnu Qudamah Al-Maqdisi berkata,
واعتباره بالعشر أولى ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم أمر بالضرب على الصلاة عندها ، واعتبار الصوم بالصلاة أحسن لقرب إحداهما من الأخرى ، واجتماعهما في أنهما عبادتان بدنيتان من أركان الإسلام ، إلا أن الصوم أشق فاعتبرت له الطاقة ، لأنه قد يطيق الصلاة من لا يطيقه
“Sebagai patokan puasa adalah umur sepuluh tahun pertama. Karena Nabi Sallallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan untuk memukul anak kecil yang meninggalkan shalat. Disamakan antara puasa dengan shalat itu lebih baik, karena adanya kedekatan antara satu dengan lainnya. Kesamaannya, bahwa keduanya termasuk ibadah fisik dari rukun Islam. Cuma puasa lebih berat, maka perlu adanya kekuatan. Karena terkadang dia mampu shalat, akan tetapi tidak mampu berpuasa.” (Al-Mughni, 6/160).
- Memberikan reward (penghargaan atau apresiasi) atas prestasi anak yang mampu berpuasa, dari mulai pujian hingga hadiah untuk menyenangkan hati mereka. Selain itu, berikan pula punishment (sanksi atau hukuman) bagi anak yang enggan berpuasa atau meninggalkan puasa tanpa uzur, mulai dari peringatan lisan hingga pukulan yang mendidik, bukan didasari nafsu amarah. Tujuan reward and punishment ini untuk memotivasi anak-anak agar mereka giat berpuasa.
- Selain memberikan pemahaman tentang keutamaan puasa dengan penyampaian yang sesuai usia mereka. Orang tua juga dituntut untuk kreatif dalam mendidik anak berpuasa. Sebagaimana shahabiyah Rubayyi’ binti Mu’awwidz memberi contoh menghibur anak-anak dengan memberikan mereka mainan. Tujuannya untuk mengalihkan perhatian anak-anak dari rasa lapar dan meminta makanan. Sehingga diharapkan anak-anak bisa berpuasa hingga sehari penuh.
- Sering mengajak anak-anak ke masjid, guna memberikan penguatan dari sisi lingkungan yang baik, seperti ikut beribadah shalat tarawih, mendengarkan kajian dan membaca Al-Qur’an. Lebih baik lagi, mengikutsertakan anak-anak bila di masjid-masjid digelar ta’jil atau buka puasa bersama. Diharapkan pula, masjid memiliki fasilitas ramah anak. Sehingga mereka memiliki ruang anak tersendiri yang leluasa dan tidak mengganggu jamaah lainnya.
- Tidak memaksa anak-anak yang belum mampu berpuasa, untuk menjaga fisik dan psikologis mereka agar tetap nyaman dan tidak membenci ibadah.
- Orang tua memberikan teladan dengan berpuasa dan menciptakan suasana yang mendukung bagi anak-anak. Misalnya lewat kebersamaan makan sahur atau berbuka bersama. Jika perlu, menyajikan menu makanan bergizi yang disukai anak-anak untuk sahur dan berbuka.
- Memperbanyak doa dan shalat sunnah, agar Allah Ta’ala memberikan taufik dan kemudahan kepada anak-anak menjalankan ibadah puasa. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدَيْنِ عَلىَ وَلَدِهِمَا
“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod no. 32).
Sa’id bin Al-Musayyib pernah berkata pada anaknya,
لَأَزِيْدَنَّ فِي صَلاَتِي مِنْ أَجْلِكَ
“Wahai anakku, sungguh aku terus menambah shalatku ini karenamu (agar kamu menjadi shalih, pen.).” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1: 467).
Demikian sekelumit tips mendidik anak untuk berpuasa, semoga Allah menjadikan anak-anak kaum muslimin generasi yang shalih dan shalihah. Amin.