Pada tulisan sebelumnya, telah dibahas tiga poin tentang berbagai sebab terjadinya musibah dan bencana, dari kacamata iman. Maka tulisan ini melanjutkan pembahasan berikutnya.
Keempat, tak ada orang-orang shalih yang memadamkan murka Allah. Mereka, adalah para kekasih Allah (waliyullah), ulama pewaris nabi yang jujur dengan ilmunya (bergegas mengamalkannya) dan para pejuang kebenaran.
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik ke atas gunung Uhud bersama Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum ajma’in, kemudian Gunung Uhud berguncang/gempa, maka Rasulullah mengatakan:
اثْبُتْ أُحُدُ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ نَبِيٌّ وَصِدِّيقٌ وَشَهِيدَانِ
Wahai Uhud, teguhlah! Sesungguhnya di atasmu ada seorang nabi, seorang yang jujur dan dua orang syahid. (HR. At-Tirmidzi).
Demikian pula, sekalipun ada para wali Allah atau ulama di suatu negeri, namun mereka disakiti atau dizalimi, hal ini juga salah satu sebab mengundang azab.
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ
“Siapa saja yang memusuhi wali-Ku, sungguh Aku telah mengumumkan perang kepada dirinya.” (HR al-Bukhari).
Lihatlah, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dizalimi penduduk Thaif yang menolak dakwahnya, maka malaikat pun bersiap menimpakan azab bagi mereka. Kisah ini diceritakan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
هَلْ أَتَى عَلَيْكَ يَوْمٌ كَانَ أَشَدَّ عَلَيْكَ مِنْ يَوْمِ أُحُدٍ قَالَ لَقَدْ لَقِيتُ مِنْ قَوْمِكِ مَا لَقِيتُ وَكَانَ أَشَدَّ مَا لَقِيتُ مِنْهُمْ يَوْمَ الْعَقَبَةِ إِذْ عَرَضْتُ نَفْسِي عَلَى ابْنِ عَبْدِ يَالِيلَ بْنِ عَبْدِ كُلَالٍ فَلَمْ يُجِبْنِي إِلَى مَا أَرَدْتُ فَانْطَلَقْتُ وَأَنَا مَهْمُومٌ عَلَى وَجْهِي فَلَمْ أَسْتَفِقْ إِلَّا وَأَنَا بِقَرْنِ الثَّعَالِبِ فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا أَنَا بِسَحَابَةٍ قَدْ أَظَلَّتْنِي فَنَظَرْتُ فَإِذَا فِيهَا جِبْرِيلُ فَنَادَانِي فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ سَمِعَ قَوْلَ قَوْمِكَ لَكَ وَمَا رَدُّوا عَلَيْكَ وَقَدْ بَعَثَ إِلَيْكَ مَلَكَ الْجِبَالِ لِتَأْمُرَهُ بِمَا شِئْتَ فِيهِمْ فَنَادَانِي مَلَكُ الْجِبَالِ فَسَلَّمَ عَلَيَّ ثُمَّ قَالَ يَا مُحَمَّدُ إِنْ شِئْتَ أَنْ أُطْبِقَ عَلَيْهِمْ الْأَخْشَبَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Apakah pernah datang kepadamu satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku.
Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’âlib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril ‘alaihissalam, lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’.
Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain’ (dua gunung besar di Mekah).”Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. (HR. Bukhâri dan Muslim).
Al-Imam Ibnu Asakir rahimahullah berkata,
اعلم يا أخي ، وفقنا الله وإياك لمرضاته وجعلنا ممن يخشاه ويتقيه حق تقاته ، أن لحوم العلماء مسمومة ، وعادة الله فى هتك أستار منتقصيهم معلومة ، وأن من أطلق لسانه فى العلماء بالثلب ابتلاه الله تعالى قبل موته بموت القلب. قال تعالى : فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufiq kepada kita dengan keridhaanNya dan menjadikan kita di antara orang yang takut kepadaNya dengan ketakwaan yang sesugguhnya. Ketahuilah bahwa daging Ulama itu beracun dan Allah akan membuka tirai para pencela mereka. Orang yang lidahnya mencaci ulama dengan cercaan, Allah akan menimpakan bencana pada mereka sebelum mati dengan mematikan hati mereka. Ingatlah firman Allah (surat An-Nur ayat 63): “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (Tabyin Kadzib Al-Muftari: 29).
Kelima, pemimpin, tokoh masyarakat, publik figur atau orang kaya (crazy rich) yang menyimpang. Tugas mereka yang harusnya menjadi figur panutan justru menjadi sumber keburukan.
Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya. (QS. Al-Isra: 16).
Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi menyampaikan tafsir ayat di atas,
وقوله تعالى : { وإذا أردنا أن نهلك قربة } أي أهل قرية { أمرنا مترفيها } أي أمرنا منعميها من اغنياء ورؤساء وأشراف من أهل الحل والعقد أمرناهم بطاعتنا بإقامة الشرع وأداء الفرائض والسنن واجتناب كبائر الإثم والفواحش فلم يستجيبوا للأمر ولا للنهي وهو معنى { ففسقوا فيها فحق عليها القول } أي وجب عليها العذاب { فدمرناها تدميراً } أي اهلكناها إهلاكاً كاملاً
Firman Allah Ta’ala “Dan jika Kami hendak menghancurkan suatu negeri…” Yaitu penduduknya “maka Kami perintahkan kepada orang yang hidup mewah di negeri itu…” Kami perintahkan orang-orang yang diberi berbagai kenikmatan, mereka adalah para hartawan, pemimpin dan wakil rakyat yang terhormat, agar menaati kami dengan menegakkan hukum syariat, menunaikan kewajiban serta sunnah dalam ibadah, menjauhi dosa-dosa besar, perbuatan keji, namun mereka tak menaati perintah kebaikan dan menjauhi keburukan tersebut. Dan itulah makna firman Allah “tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami)…” Yakni Allah tetapkan atas penduduk negeri itu dengan ditimpakannya azab, “kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya’” Kami binasakan mereka seluruhnya. (Aisarut Tafasir, II/337).
Terakhir, kembali pada akhir kutipan surat Ar-Rum ayat 41 di atas,
لِيُذِيقَهُم بَعْضَ ٱلَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“…Supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar-Rum: 41).
Sang Maha Pencipta ingin mahluknya sadar mereka diciptakan dalam keadaan lemah, tak sepantasnya membusungkan dada, angkuh dan menentang perintah Sang Kuasa.
Di balik dahsyatnya bencana, di situ ada kasih sayang Allah. Disegerakannya hukuman mereka di dunia, adalah pembersih dari noda dan dosa.
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tiadalah seorang muslim yang ditimpa musibah dalam bentuk kelelahan, sakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan kecemasan, melainkan Allah menghapuskan darinya segala kesalahan dan dosa, hingga duri yang menusuknya juga menjadi penghapus dosa.” (HR. Bukhari).
Mukmin yang ditimpa musibah, tetap Allah berikan ganjaran pahala dan rahmat. Sebaliknya, para pendurhaka yang binasa, Allah siapkan azab yang lebih besar lagi di akhirat. Sementara, bagi manusia yang lain hendaknya mengambil pelajaran, agar bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Wallahu a’lam.