Khadijah binti Khuwailid adalah wanita yang baik hati lagi cerdas, kaya nan jelita dan nasabnya mulia di kalangan Quraisy. Meski seorang janda, Khadijah menjaga kehormatannya, jauh dari perbuatan keji jahiliyah, hingga ia digelari At-Thahirah, wanita yang suci lahir dan batinnya.
Singkat cerita, benih-benih cinta tumbuh di hati Khadijah terhadap seorang lelaki yang luhur akhlaknya Muhammad bin Abdullah. Terlebih lagi, sepulang berniaga dari Syam, Maisarah, lelaki yang ditugaskan Khadijah sebagai asisten Muhammad berniaga, menceritakan berbagai kelebihan cucu Abdul Muthallib itu.
Khadijah pun memulai inisiatif mengajukan diri, kiranya lelaki tampan bergelar Al-Amin yang menarik hatinya itu, berkenan menjadi suaminya. Akhirnya Khadijah menceritakan harapannya itu kepada sahabat karibnya, Nafisah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui Muhammad Al-Amin dan meminta kesediaan beliau untuk menikahi Khadijah. Permintaan itu pun disambut baik, Abu Thalib sang paman, datang melamar Khadijah, untuk keponakan tercintanya.
وقال ابن عبد البر وخرج رسول الله صلى الله عليه وسلم إلى الشام في تجارة لخديجة سنة خمس وعشرين وتزوج خديجة بعد ذلك بشهرين وخمسة وعشرين يوما في عقب صفر سنة ست وعشرين ل
Ibnu Abdil Barri berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pergi meniagakan dagangan Khadijah ke Syam saat berumur 25 tahun dan menikah dengan Khadijah dua bulan setelah perniagaan ke Syam itu, pada tanggal 25 di akhir bulan Shafar dan Rasulullah sudah berumur 26 tahun.
Seperempat abad mengarungi rumah tangga Bersama Khadijah, banyak suka dan duka dilalui. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan Khadijah sebagai cinta sejatinya yang tak tergantikan. Istri yang mendampingi dalam melewati pahit getir perjuangan. Ia juga seorang pendidik bagi anak-anaknya. Begitu cintanya Rasulullah, ia tak malakukan poligami semasa hidup Khadijah. Hingga wafatnya, Rasulullah selalu merindukan dan mengenangnya.
مَا أَبْدَلَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ خَيْراً مِنْهَا قَدْ آمَنَتْ بِى إِذْ كَفَرَ بِى النَّاسُ وَصَدَّقَتْنِى إِذْ كَذَّبَنِى النَّاسُ وَوَاسَتْنِى بِمَالِهَا إِذْ حَرَمَنِى النَّاسُ وَرَزَقَنِى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَلَدَهَا إِذْ حَرَمَنِى أَوْلاَدَ النِّسَاءِ
“Allah tidak menggantikannya dengan seorang wanita pun yang lebih baik darinya. Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang lain.” (HR. Ahmad).
Tak ada yang abadi di dunia yang fana, hingga pada saatnya, sang kekasih tercinta, Khadijah lebih dulu pergi menghadap ke haribaan Ilahi Rabbi. Sedih yang teramat sangat membanjiri relung hati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tahun wafatnya Khadijah pun dicatat dalam sejarah sebagai ‘amul huzni (tahun duka cita).
Meski telah tiada, yang tetap terkenang dan tercatat dalam tinta emas adalah pengorbanan Ummul Mukminin Khadijah, lewat harta dan jiwa di jalan Allah. Ia adalah suri tauladan bagi seluruh wanita Muslimah. Atas jasanya, Islam bisa menjamah pelosok nusantara. Sehingga setiap amal shalih kaum Muslimin, pahalanya tak berhenti mengalir kepada Ibunda Khadijah.
Begitu mulianya Ibunda Khadijah, kebaikan telah menembus tujuh lapis langit, sampai-sampai Jibril ‘Alaihissalam mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Rabb Semesta Alam menitipkan salam padanya.
فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنْ رَبِّهَا عَزَّ وَجَلَّ وَمِنِّي وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِي الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ لَا صَخَبَ فِيهِ وَلَا نَصَبَ
Sampaikanlah salam dari Allah ‘Azza wa Jalla dan dariku kepadanya. Selain itu, beritahukan pula kepadanya bahwa rumahnya di surga terbuat dari emas dan perak, yang di sana tidak ada kebisingan dan kepayahan di dalamnya.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga kisah Khadijah menginspirasi para Muslimah mengikuti jejak keteladanannya. Sebagai istri shalihah sekaligus ibu dan pejuang penuh pengorbanan di jalan Allah.